Sindrom horner masih dianggap asing bagi masyarakat awam karena masih sedikit yang mengetahui beberapa gejala maupun penyebab kondisinya. Sehingga, perlu dilakukan pengenalan maupun edukasi terhadap masyarakat mengenai penyakit ini.
Sindrom horner merupakan salah satu keadaan atau kondisi sekumpulan gejala yang terjadi di bagian salah satu mata akibat adanya kerusakan jalur jaringan saraf mulai dari otak ke bagian wajah. Sindrom ini termasuk keadaan langka yang dikenal dengan nama oculosympathetic palsy. Kondisi ini bisa muncul adanya penyakit lain yang menyertai seperti adanya tumor, stroke dan lain sebagainya.
Gejala sindrom Horner umumnya hanya memengaruhi salah satu sisi wajah penderitanya. Beberapa gejala dan tanda dari sindrom Horner adalah:
Gejala sindrom Horner pada penderita dewasa dan anak-anak umumnya serupa. Hanya saja, orang dewasa yang menderita sindrom Horner biasanya merasakan nyeri atau sakit kepala. Sedangkan pada penderita usia di bawah 2 tahun, ada beberapa gejala tambahan, yaitu:
Sindrom Horner disebabkan oleh kerusakan pada rangkaian sistem saraf simpatis yang terhubung dari otak ke wajah dan mata. Sistem saraf ini berperan dalam mengatur denyut jantung, ukuran pupil mata, tekanan darah, dan keluarnya keringat.
Sel saraf (neuron) yang dipengaruhi oleh sindrom Horner dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
Neuron tingkat I
Jalur neuron ini memanjang dari hipotalamus, batang otak, hingga ke saraf tulang belakang bagian atas. Kerusakan pada sel saraf jenis ini dapat disebabkan oleh:
Neuron tingkat II
Jalur neuron ini memanjang dari tulang belakang, dada bagian atas, dan leher bagian samping. Kondisi medis yang dapat menyebabkan kerusakan saraf pada bagian ini adalah:
Neuron tingkat III
Jalur neuron ini memanjang dari bagian samping leher yang menuju ke kulit wajah, serta otot-otot dari kelopak mata dan iris. Kerusakan pada sel saraf jenis ini dapat terjadi akibat:
Pada anak-anak, penyebab umum sindrom Horner adalah cedera pada leher dan bahu saat dilahirkan, kelainan aorta saat lahir, atau tumor pada sistem saraf dan hormon. Pada beberapa kasus, sindrom Horner tidak diketahui penyebabnya. Kondisi ini disebut dengan sindrom Horner idiopatik.
Sindrom Horner tergolong sulit didiagnosis, karena gejalanya mirip dengan gejala penyakit lain. Untuk memastikannya, medis akan menanyakan riwayat penyakit, cedera, atau operasi tertentu.
Medis juga dapat mencurigai seorang pasien menderita sindrom Horner jika pada pemeriksaan fisik ditemukan keluhan berupa:
Untuk lebih memastikan sindrom Horner, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan, seperti:
Pemeriksaan mata
Medis akan memeriksa respons pupil mata pasien, dengan cara meneteskan obat tetes mata yang mengandung apraclonidine untuk melebarkan pupil. Bila pupil tidak melebar, dapat dipastikan pasien mengalami sindrom Horner.
Pemindaian
Pemindaian dengan USG, foto Rontgen, CT scan, atau MRI akan dilakukan pada pasien yang mengalami kelainan struktur, luka, hingga tumor pada otak.
Penanganan sindrom Horner adalah dengan mengatasi penyebabnya, antara lain:
Penanganan khusus umumnya tidak diperlukan pada sindrom Horner yang hanya menyebabkan ptosis ringan.
Sejumlah komplikasi yang dapat dialami oleh penderita sindrom Horner adalah:
Cara untuk mencegah sindrom Horner adalah dengan mencegah penyebab yang mendasarinya. Sebagai contoh, menjalani konseling genetik saat merencanakan kehamilan dapat mencegah sindrom Horner akibat penyakit keturunan.
Selain itu, sindrom Horner juga dapat disebabkan oleh cedera pada otak atau leher. Untuk mencegahnya, upaya yang dapat dilakukan antara lain: