Narkolepsi – Gejala, Penyebab dan Cara Mengobati

Narkolepsi - Gejala, Penyebab dan Cara Mengobati
Narkolepsi - Gejala, Penyebab dan Cara Mengobati

Penyakit Narkolepsi

Penyakit narkolepsi bisa diderita segala usia dan siapa saja. Kebanyakan mereka yang berumur 15 sampai 25 tahun akan lebih banyak merasakannya. Penyakit ini merupakan gangguan tidur karena saraf mengalami kelainan. Dalam beberapa kasus, gangguan ini termasuk kronis yang berakibat mengganggu keseharian penderita narkolepsi.
Penyakit ini menyebabkan seseorang susah untuk mengontrol tidur. Akibatnya seseorang yang mengidap narkolepsi bisa tiba-tiba tidur, merasa kantuk yang tak tertahankan, bahkan tidur dalam segala kondisi. Beberapa orang sering beranggapan negatif pada penderita narkolepsi karena tidak bisa mengontrol waktu yang pas untuk tidur.

Gejala Narkolepsi

Gejala narkolepsi dapat muncul dalam beberapa minggu atau berkembang secara perlahan selama bertahun-tahun. Berikut ini adalah gejala narkolepsi yang umumnya terjadi:

  • Rasa kantuk yang berlebihan pada siang hari
    Penderita narkolepsi selalu mengantuk pada siang hari, sulit untuk tetap terjaga, dan sulit berkonsentrasi.

  • Serangan tidur
    Serangan tidur yang menyebabkan penderita narkolepsi tertidur di mana saja dan kapan saja secara tiba-tiba. Jika narkolepsi tidak terkendali, serangan tidur bisa berlangsung selama beberapa kali dalam sehari.

  • Katapleksi
    Katapleksi atau melemahnya otot secara tiba-tiba ditandai dengan tungkai terasa lemas, penglihatan ganda, kepala lunglai dan rahang turun, serta bicara cadel. Kondisi ini dapat terjadi selama beberapa detik hingga beberapa menit dan biasanya dipicu oleh emosi tertentu, seperti terkejut, marah, senang, atau tertawa. Penderita biasanya mengalami serangan katapleksi 1–2 kali dalam setahun.

  • Ketindihan atau sleep paralysis
    Kondisi ini terjadi ketika penderita tidak mampu bergerak atau berbicara saat hendak terbangun atau mulai tertidur.

  • Halusinasi
    Penderita narkolepsi kadang dapat melihat atau mendengar sesuatu yang tidak nyata, terutama saat akan tidur atau bangun tidur.

Selain gejala umum tersebut, narkolepsi juga dapat disertai gejala lainnya, seperti:

  • Gangguan ingatan
  • Sakit kepala
  • Depresi
  • Keinginan untuk makan secara berlebihan
  • Kelelahan ekstrem dan kekurangan energi yang terjadi secara terus-menerus.

Proses tidur penderita narkolepsi berbeda dengan orang normal. Terdapat dua fase dalam proses tidur normal, yaitu fase REM (rapid eye movement) dan fase non-REM. Berikut penjelasannya:

1. Fase non-REM
Fase non-REM terdiri dari tiga tahap yang masing-masing dapat berlangsung selama 5–15 menit. Berikut adalah tahapannya:

  • Tahap 1, di mana mata telah tertutup dan tidak mudah untuk dibangunkan.
  • Tahap 2, detak jantung melambat dan suhu tubuh menurun. Hal ini menandakan tubuh bersiap untuk tahap tidur yang lebih nyenyak.
  • Tahap 3, tahap di mana seseorang yang tertidur akan lebih sulit untuk dibangunkan. Jika bangun, ia akan merasa linglung selama beberapa menit.

2. Fase REM
Fase REM terjadi setelah seseorang tertidur selama 90 menit. Pada fase ini, detak jatung dan napas akan bertambah cepat. Fase REM akan terjadi secara bergantian dengan fase non-REM.
Fase REM tahap pertama biasanya akan terjadi selama 10 menit, dan durasinya akan terus bertambah pada tahap berikutnya hingga tahap terakhir yang bisa berlangsung selama 1 jam.

Pada penderita narkolepsi, proses tidur akan langsung memasuki fase REM, baik saat penderita sedang bersiap untuk tidur atau ketika sedang terbangun dan beraktivitas. Kondisi ini yang kemudian menyebabkan timbulnya gejala narkolepsi.

Penyebab Narkolepsi

Penyebab narkolepsi belum diketahui secara pasti. Namun, sebagian besar penderita narkolepsi memiliki kadar hipokretin rendah. Hipokretin adalah zat kimia dalam otak yang mengendalikan waktu tidur. Penyebab rendahnya hipokretin diduga akibat penyakit autoimun.

Narkolepsi juga diduga dapat disebabkan oleh penyakit yang merusak bagian otak penghasil hipokretin, seperti:

  • Tumor otak
  • Cedera kepala
  • Ensefalitis
  • Multiple sclerosis.

Selain penyakit di atas, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya narkolepsi atau memicu timbulnya penyakit autoimun hingga menyebabkan narkolepsi, yaitu:

  • Berusia 10–30 tahun
  • Perubahan hormon, terutama pada masa pubertas atau menopause
  • Stres
  • Perubahan pola tidur secara tiba-tiba
  • Infeksi, seperti infeksi bakteri streptokokus atau infeksi flu babi
  • Kelainan genetik keturunan.

Diagnosis Narkolepsi

Sebagai langkah awal diagnosis, pihak medis akan memeriksa riwayat kesehatan pasien dan keluarga pasien. Kemudian, dokter akan bertanya tentang kebiasaan tidur dan gejala yang dialami pasien.

Untuk memastikan diagnosis, pihak medis juga akan melakukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan lainnya, seperti tes tekanan darah dan tes darah. Pemeriksaan lanjutan dengan menggunakan beberapa metode di bawah ini juga akan dilakukan untuk mendeteksi tingkat keparahan kondisi:

  1. Epworth Sleepiness Scale (ESS)
    Dalam ESS, pihak medis akan menggunakan kuesioner untuk menilai besarnya kemungkinan pasien tertidur ketika melakukan aktivitas yang berbeda, seperti ketika duduk, membaca, atau menonton televisi. Skor kuesioner dapat menjadi salah satu acuan pihak medis untuk mendiagnosis dan mengukur keparahan kondisi.

  2. Polisomnografi
    Dalam metode ini, pihak medis akan memantau aktivitas listrik otak (elektroensefalografi), jantung (elektrokardiografi), otot (elektromiografi), dan mata (elektrookulografi) saat pasien tidur, dengan memasang elektroda di permukaan tubuh pasien.

  3. Multiple Sleep Latency Test (MSLT)
    MSLT digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh pasien untuk tertidur pada siang hari. Pasien akan diminta beberapa kali untuk tidur di siang hari dan diukur berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pasien mulai tertidur, serta dinilai juga fase tidurnya.Jika pasien dapat tidur dengan mudah dan memasuki fase tidur rapid eye movement (REM) dengan cepat, maka pasien kemungkinan besar menderita narkolepsi.

  4. Pengukuran tingkat hipokretin
    Pemeriksaan kadar hipokretin dilakukan dengan menggunakan sampel cairan otak dan tulang belakang (cairan serebrospinal) yang diambil melalui prosedur pungsi lumbal (lumbar puncture), yaitu menyedot cairan dari tulang punggung bagian bawah dengan menggunakan jarum.

Pengobatan Narkolepsi

Belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan narkolepsi sepenuhnya. Tujuan pengobatan hanya untuk mengendalikan gejala, sehingga aktivitas penderita tidak terganggu.

Untuk narkolepsi ringan, pengobatan dapat dilakukan dengan mengubah pola kebiasaan tidur. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa kantuk di siang hari dan meningkatkan kualitas tidur di malam hari:

  • Olahraga secara rutin minimal 30 menit setiap hari, dan jangan melakukannya terlalu dekat dengan waktu tidur.
  • Disarankan untuk berolahraga paling lambat 2 jam sebelum tidur.
  • Hindari konsumsi makanan dengan porsi berat sebelum tidur.
  • Usahakan bangun pagi dan tidur malam pada jam yang sama setiap hari.
  • Biasakan tidur siang selama 10–15 menit setelah makan siang.
  • Jangan konsumsi kafein dan alkohol, serta hindari merokok sebelum tidur.
  • Lakukan hal-hal yang dapat merelaksasi pikiran sebelum tidur, seperti membaca atau mandi air hangat.
  • Buat suasana dan suhu kamar senyaman mungkin.

Jika gejala yang muncul cukup parah, penderita perlu diberikan obat-obatan. Obat yang diberikan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan, usia, riwayat penyakit, kondisi kesehatan secara menyeluruh, dan efek samping yang mungkin ditimbulkan.

Beberapa jenis obat yang digunakan untuk meredakan gejala narkolepsi meliputi:

  • Stimulan, seperti methylphenidate, untuk merangsang sistem saraf pusat sehingga membantu penderita tetap terjaga pada siang hari
  • Obat antidepresan trisiklik, seperti amitriptyline, untuk membantu meredakan gejala katapleksi
    Antidepresan jenis selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) atau serotonin and norepinephrine reuptake inhibitor (SNRIs), untuk menekan waktu tidur, meringankan gejala katapleksi, halusinasi, dan sleep paralysis
  • Sodium oxybate, untuk mencegah katapleksi dan meredakan rasa kantuk berlebih di siang hari
  • Pitolisant, untuk membantu melepaskan zat histamin di otak guna meredakan rasa kantuk di siang hari.

Komplikasi Narkolepsi

Narkolepsi dapat menimbulkan komplikasi yang berdampak pada fisik dan mental penderita. Komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:

  • Obesitas
    Kondisi ini dapat disebabkan oleh pola makan yang berlebih dan kurang gerak akibat sering tertidur.
  • Penilaian negatif dari lingkungan sosial
    Narkolepsi juga dapat membuat penderitanya mendapat penilaian negatif dari lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, penderita mungkin akan dianggap pemalas karena sering tertidur.
  • Cedera fisik
    Risiko cedera fisik dapat terjadi ketika serangan tidur muncul di saat yang tidak tepat, seperti ketika mengemudi atau memasak.
  • Gangguan konsentrasi dan daya ingat
    Narkolepsi yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan penurunan konsentrasi dan daya ingat. Kondisi ini dapat membuat penderita sulit mengerjakan tugas atau pekerjaan di sekolah atau kantor.

Komplikasi narkolepsi dapat dihindari dengan melakukan olahraga secara rutin untuk mencegah obesitas, tidak mengemudi atau mengoperasikan alat berbahaya untuk mencegah cedera, dan memberikan penjelasan kepada orang-orang di sekitar tentang kondisi Anda untuk menghindari penilaian negatif.

Pencegahan Narkolepsi

Narkolepsi tidak dapat dicegah, tetapi pengobatan secara rutin dapat membantu mengurangi jumlah serangan tidur yang mungkin terjadi. Selain itu, dengan melakukan cara-cara yang telah disebutkan di atas untuk meningkatan kualitas tidur, timbulnya gejala narkolepsi juga bisa dicegah.

Leave a Reply